Sepucuk Surat Untuk Sang Sahabat

February 16, 2019

Aktivitas Tama terhenti saat dia melihat dua orang sahabatnya Audi dan Kina melangkah bersama menuju perpustakaan, sepatu yang telah dikenakannya masih juga belum dia simpulkan talinya. Meskipun saat itu aktifitas shalat dzuhur di mushola sekolanya sudah mencapai kloter ketiga dan bel masuk sebentar lagi akan berbunyi.

“Tam….Tama….!!ayo cepetan sebentar lagi masuk nih, tinggal pakai sepatu lama banget sih” teriakan dari Andhi menyadarkan Tama dari lamunnya, seorang teman Tama yang sudah seperti bagian lain dari diri Tama karena Andhi adalah orang pertama yang berteman dengan Tama saat mereka masuk SMA. “ehh….iya An..tunggu sebantar “ sahut Tama. Kemudian mereka melangkah bersama meninggalkan mushola dan menuju kelas mereka.

“Tam duluan ya, my mother sudah menjemput diriku kalau mau ayo sekalian bonceng, tapi di dalam bagasi ya” canda Andhi kepada Tama dengan diiringi senyumannya. “weee…..emang kamu kira aku apaan? Ditaruh bagasi motor segala” sahut Tama dengan menepuk pundak Andhi. “ nggak nggak Tam… bercanda doang. Ya udah dahh….” Andhi meninggalkan Tama yang berjalan pulang.

Sepanjang perjalanan, Tama teringat kembali saat dia dan sahabatnya Audi dan Kina pertama kali bertemu. Dulu saat berpapasan di jalan ataupun di sekolah mereka hanya senyum tanpa mengucap sepatah katapun, kemudian tanpa mereka sadari mereka berada didalam satu organisasi yang sama yang kemudian bisa mengakrabkan mereka, walaupun tidak seakrab sekarang. Tama masih mengingat persis bagaimana mereka bisa menjadi sahabat.

Karena mereka berada dalam satu organisasi yang sama, Tama kemudian meng-add facebook mereka berdua. Memang mereka hanyalah teman biasa tapi tanpa Tama duga, Audi dan Kina nge-chat Tama. Memang awalnya hanya membahas organisasi tapi entah siapa yang memulai duluan mereka akhirnya mulai akrab satu sama lain. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi sahabat.

Seiring berjalannya waktu Tama mulai mengerti mereka, Audi tenyata memiliki gangguan syaraf yang dapat membuatnya pingsan saat dia terlalu memikirkan masalahnya, entah itu masalah organisasi atau masalah lainnya, sedangkan Kina, dia adalah orang yang paling mengerti Audi seperti halnya Andhi dengan Tama. Hal itu membuat Tama berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan selalu menemani mereka berdua.

“Tam…Tama tungguin kita” sebuah teriakan menyadarkan Tama dari lamunannya, dengan segera Tama menoleh mencari siapa yang memanggilnya dan ternyata dilihatnyalah Audi dan Kina yang berjalan cepat munuju Tama. “Tam…kamu itu dipanggil dari tadi suruh nungguin kita malah jalan terus bukannya berhanti” ujar Audi. “ ehh….maaf aku nggak denger” dengan senyuman yang polos  di wajah Tama. “huuu….makanya kalau jalan jangan sambil ngelamun..udah yuk ayo pulang bareng” sahut Kina, lalu mereka berjalan beriringan kerumah masing-masing.

Dimata Kina, Tama adalah seorang yang beda dari yang lain, nyleneh, ngeyelan, susah diajak serius, dan sering bercanda padahal suasananya lagi pada tegang. Tapi itu yang membuat Kina dan Audi merasa nyaman bersahabat dengan Tama. Mereka juga mengerti kenapa Tama sampai seperti itu. Tama hanya tidak ingin kejadian saat SMP terulang, yaitu kejadian saat dimana Tama merasa dirinya diacuhkan, tidak ada yang menganggapnya dan merasa kesepian, orang yang dianggapnya teman sepertinya tidak menganggap Tama sebagai temannya.

Padahal sebelum mereka bersahabat seperti sekarang sikap mereka dingin terhadap Tama, mereka memandang Tama sebelah mata, dan parahnya lagi yaitu mereka menganggap Tama tidak berguna. Tapi Tama tidak menyerah untuk membuat mereka mengakui keberadaan Tama. Hingga suatu hari seminggu setelah mereka bersahabat, Audi dan Kina marah kepada Tama karena sikapnya itu, mereka meminta Tama untuk menjelaskan kenapa Tama bersikap seperti itu.

Setelah mereka berdua mendengarkan penjelasan Tama, terdapat seuntai kata yang terucap dari bibir Tama yang masih teringat dalam memori Audi dan Kina hingga saat ini. “Jika tidak mampu menjadi yang terbaik, jadilah yang berbeda, jika itu membuat orang mengakui keberadaanmu, setidaknya itu lebih baik daripada tak terlihat sama sekali “ perkataan dari Tama itu membuat Audi dan Kina sadar bahwa Tama adalah orang yang spesial. Dan inilah yang membuat mereka berfikir mengapa takdir mempertemukan mereka. Kini mereka menganggap bahwa Tama itu orang yang kuat, dan lebih dari orang lain.

“ Kin…Kina...” sebuah teriakan menyadarkan Kina dari lamunannya. “ kamu kenapa ngelamun gitu Kin? Lagi mikirin apa sih? Mikirin aku ya? “ kata Tama dengan diiringi senyuman diwajahnya. “yeeyy…ge er banget kamu ini” sahut Kina. Sontak itu membuat mereka bertiga tertawa. Selama perjalanan pulang mereka bertiga bercanda ria, tapi tanpa disadari candaan Tama yang terlalu berlabihan itu membuat Audi pingsan. Sontak itu membuat Kina dan Tama panik.

Kina tampak khawatir dengan keadaan Audi, tanpa ada yang memerintah Tama langsung membopong Audi ke puskesmas terdekat. Di puskesmas Kina merasa sedih dan khawatir menjadi satu. Tama yang melihat Kina seperti itu menghampiri Kina sambil membawa fresh tea. Tama berusaha untuk tetap bersikap tenang agar bisa membuat Kina lebih tenang. Walaupun dalam lubuk hatinya dia juga sangat mengkhawatirkan keadaan Audi.

“Sebenarnya dimana otakmu? Kenapa kamu tidak menggunakannya?tidakkah kamu memilikinya?kamu punya malu dengan dirimu…hah..?kamu hanya manusia biasa. Perhatian dari orang lain tidaklah penting. Jika kamu menginginkan itu, kamu bisa mendapatkannya dengan cara yang lain, bukan seperti ini. Berapa lama lagi kamu akan seperti ini? Tidakkan kamu malu?” kemarahan yang nampak jelas di wajah Kina, seorang siswi yang dikenal lembut, hari ini benar-benar dibuat marah olehnya.

“ Hai Kina , nih freshtea untukmu, santai aja, semua akan baik-baik saja kok.” Sambil menyodorkan fresh tea kepada Kina, sontak tangan Kina melemparkan minuman yang dibawa oleh Tama.

“Jangan buat aku marah padamu Tama, tolong pergi sekarang” dengan lemah lembut Kina menyuruh Tama untuk pergi dari hadapannya. Namun sifat Tama yang bisa dibilang berbeda dari orang lain membuatnya tetap berada disamping Kina.

“Tidakkah kamu mendengar apa yang aku katakana Tama? Aku ingin kamu pergi” pinta Kina dengan cucuran air mata yang khawatir dengan keadaan Audi.

“Aku akan tetap disini denganmu Kina, karena aku akan selalu menemani kamu” kata yang terucap dari bibir Tama itu membuat suasana diruang tunggu hening sekejap. Mendengar hal tersebut Kina terdiam kemudian duduk dengan masih bercucuran air mata.

“Kenapa kamu sampai berbuat sejauh ini Tama? tidakkah kamu tahu bahwa aku tadi itu benar-benar marah?” ucapan Kina memecah keheningan di ruang tunggu puskesmas. “Aku tahu kalau kamu benar-benar marah padaku. Tapi apakah dengan aku meninggalkanmu sendirian dapat membuat semuanya membaik?” ujar Tama kepada Kina sambil berharap itu bisa menenangkannya.

“Tapi kenapa…?” Tanya Kina dengan raut muka sedih. “Kenapa kamu masih saja menanyakan hal itu? Bukankah sudah jelas kalau kita ini sahabat. Sahabat tidak pernah meninggalkan sahabatnya walaupun itu adalah permintaannya” ucap Tama yang masih berusaha menenangkan Kina.

“Tenang Kina semuanya pasti akan baik-baik saja.” Ucap tama dengan lemah lembut. “iya kamu benar Tama semua pasti akan baik-baik saja, Audi itu orangnya kuat” sahut Kina sambil mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Tama kini merasa lebih tenang karena Kina sudah tidak bersedih seperti tadi. Keduanya kini memanjatkan doa agar Audi bisa cepat siuman dan sembuh dari penyakitnya.

Jika Tidak Mampu Menjadi Yang Terbaik, Jadilah Yang Berbeda, Jika Itu Membuat Orang Mengakui Keberadaanmu, Setidaknya Itu Lebih Baik Daripada Tidak Terlihat Sama Sekali (Andhika Putra Agus Pratama).

2 comments:

Powered by Blogger.