PENGHUNI KAMAR SEBELAH

February 19, 2020


Hari ini adalah kali keduanya Putra dan Yoga di kota selanjutnya, setelah sebelumnya mereka mengadu nasib di Ibukota Jawa Tengah. YK atau akrab dengan sebutan Jogja merupakan kota kedua yang mereka singgahi. Kedua putra sulung dari asuhan keluarga yang berbada itu adalah teman akrab sejak SMA. Tepat pada pukul 17:00 WIB mereka turun dari bus di depan sebuah kampus swata di Jogja.

Hujan rintik-rintik disertai mendung, menemani mereka semenjak turun dari bis. Kedua sejoli itu masih belum menemukan tujuannya di Jogja. Jangankan untuk bekerja, untuk tempat berteduh saja masih belum terpikir
“Put, kita mau nginep dimana nih?” tanya Yoga.
“Entah ya…, masih belum kepikiran aku juga.” Kebingungan mulai menyerang pikiran Putra.
“BTW…kamu ngerasa nggak ada yang merhatiin kita sama ngikutin kita?” Perasaan Yoga mulai campur aduk karena semenjak tadi mereka hanya berjalan melewati lahan kosong.
“Nggak ada i…aku biasa aja, perasaan kamu aja paling itu.” Sembari membetulkan tali sepatunya.

Beberapa menit berjalan, akhirnya mereka menemukan sebuah desa. Karena merasa lapar mereka mampir ke warung makan tersebut.
“Mas, lauknya ada apa aja?” Tanya Putra
“Ada ayam penyet, telur, sama tempe penyet.” Jawab penjual itu kepada putra se,bari mengelap meja.
“Tempe penyet satu samaaaaaa………..kamu mau pesen apa Yog?” Tanya Putra.
“Aku telur aja.” Jawab Yoga sambil melihat keadaan luar warung.
“Tempe penyet satu sama telur satu, minumnya teh anget dua ya mas.” Putra melanjutkan pesannya.

Putra semenjak tadi melihat kegelisahan pada temannya, Yoga. Seakan-akan Yoga tidak berada bersamanya. Bagaimana tidak? Semenjak turun dari bis tadi, Yoga terlihat gelisah. Keringat dingin sesekali dilapnya dari dahinya.
“Yog…Yog….YOOGGG….!!” Teriak Putra pada temannya yang dari tadi melihat keluar warung.
“Mmmhh…iya Put. Kenapa?” Jawab Yoga dengan nada terbata-bata.
“Harusnya aku ang nanya itu. Kamu kenapa dari tadi melihat kearah tukang sapu itu?” Tanya Putra.
“Anu Put, kamu lihat nggak dari tadi semenjak kita masuk warung sampai sekarang nunggu pesenan kita, dia nyapu disitu terus sambil ngelihatin kita, padahal ini udah hampir 15 menit loh.” Sahut Yoga.
“Kamu ini jangan negthink terus. Mungkin daerah situ susah dibersihinnya, dan bapak itu juga mungkin baru pertama kalinya ngelihat orang baru.” Jelas Putra

Makanan yang mereka pesan telah diantar. Kini mereka dengan lahapnya menyantap hidangan tersebut, karena memang sejak berangkat tadi pagi mereka hanya menyantap roti yang dibeli dari Indomart. Setelah menghabiskan makanannya mereka sengaja tidak langsung pergi, walaupun sudah membayar. Hal ini mereka lakukan sembari berpikir mau menginap dimana.
“Mas-mas ini tujuannya mau kemana?” Tanya penjual tersebut pada kedua sejoli itu.
“Kami mau nyari pekerjaan mas besok.” Sahut Yoga.
“Loh besok, terus sekarang masnya mau kemana?” Tanya penjua tersebut sambil mengambil piring kotor bekas pelanggan lain makan.
“Belum tau mas ini mau kemana. Kita juga nggak ada referansi buat penginapan.” Jelas Putra
“Oalahh gitu toh. Saya ada tetangga yang punya kos, tempatnya juga nggak jauh dari sini. Kalau masnya  mau bisa saya antar.” Jelas penjual itu.
“Boleh mas, daripada kita nggk ada tempat berteduh.” Jawab Putra

Setelah menutup warungnya, penjual tersebut segera mengantar Putra dan Yoga menuju sebuah desa. Mereka memasuki sebuah rumah dengan desain kuno dan terdapar dua patung kuda didepan pagar. Suasana rumah yang begitu membuat bulu kuduk berdiri. Tanpa diduga-duga listrik padam dan membuat keadaan satu desa gelap gulita dengan petir yang menggelegar. Sesosok nenek-nenek dengan menggunakan pakaian adat jawa keluar menghampiri ketiga tamunya.

Yoga terkejut seakan ada hewan yang melintas dikakinya, ia melompat dan sontak itu membuat Putra dan penjual tadi juga terkejut. Nenek Ima yang merupakan pemilik kos membawa lilin yang diletekan diatas piring kecil.
“Mau ngekos nak?” Tanya Nenek Ima.
“Iya nek, mereka baru dating tadi jam 5 sore, besok baru mau nyari pekerjaan.” Sahut penjual makanan tadi.
“Namanya siapa?” Tanya Nenek Ima sambil mengelus kucing hitam peliharaannya.
“Putra nek.”
“Yoga nek.” Jawab Putra dan Yoga.

Perasaan takut dalam diri mereka sudah tidak dapat disembunyika lagi. Apalagi dalam kondisi listrik padam dan mendung disertai petir dan angina kencang diluar sana. Ketakutan mereka terbaca olah penjual tersebut, denga ramahnya Putra dan Yoga diyakinkan bahwa tidak perlu ada yang ditakutkan. Setelah bernego tentang harga, mereka mendapat kamar nomor 2. Penjual tersebut pamit pulang meninggalkan kedua sejoli itu. Sebelum memasuki kamar dan beristirahat, Putra dan Yoga mendapat pesan dari Nenek Ima agar tidak terlalu berisik dan jangan mengganggu penghuni disebelah kamar mereka, kamar nomor 1.

Nenek Ima juga berpesan bahwa meraka harus langsung tidur dan jangan mengintip ke kamar sebelah. Tanpa terduga kucing hitam nenek Ima meloncat kearah Putra dan Yoga dan berhasil mecakar tangan mereka. Kucing tersbut kemudian lari dan masuk ke kamar nomor 1 lewat celah bawah pintu.

Nenek Ima meminta maaf atas perbuatan kucingnya itu. Putra tidak mempersalahkan karena memang mereka sudah kelelahan dan ingin langsung tidur. Walau penerangan yang ada hanyalah lilin dan senter yang mereka bawa dari rumah, mereka tetap mandi. Beruntung, ada 2 kamar mandi sehingga mereka bisa saling menenangkan satu sama lain ketika dikamar mandi.

Baru selesai sikat gigi, tiba-tiba pintu kamar mandi Yoga ada yang mengtuk. Yoga kemudian membuka pintu, dan dilihatnya tidak ada orang.
“Putt…Nggak usah memperburuk keadaan deh, ini itu udh buruk gara-gara mati lampu kamu malah nakut-nakutin aku.” Sahut Yoga.
“Hah..? memperburuk gimana aku nggak ngeti.” Jawab Putra dari kamar mandi sebelah dengan nada heran.
“Udah dehh…nggak usah nakut-nakutin aku deh, nggak usah ngetuk-ngetuk pintu juga kali.” Jawab Yoga.

Putra yang tidak mengerti ucapan Yoga, tidak menghiraukannya dan melanjutkan mandinya.
Tok…tok….tok…. pintu kamar mandi Putra ada yang mengtuk, namun Putra tidak menghiraukannya. Setelah selesai mereka berdua langsung rebahan di Kasur dan segera tidur.

Keesokan harinya mereka mulai berkeliling kota jalan kaki untuk mencari sumber penghidupan baru. Mereka saling menyemangati satu sama lain. Dari pangi hingga sore mereka berkeliling, namun mereka masih belum beruntung. Lelah yang mereka rasakan ingin meraka hapuskan dengan istirahat di kama kos. Malam ini ketika mereka mandi, hal yang serupa terjadi, Namun kali ini lebih parah dan terjadi pada Putra. Selain suara ketukan di kamar mandi, ia mendengar suara anak kecil menangis di samping kamarnya. Putra berusaha mengetuk pintu kamar sebelah, harap-harap mendapar sebuah sambutan ramah dari penghuni kamar sebelah yang belum pernah mereka temui sebelunya, ia melihat sesosok laki-laki tinggi besar dengan mata berwarna merah mengawasinya dari sudut ruangan.

Putra berusaha menyembunyikan rasa takut  dan berjalan perlahan menuju kamar. Sesampainya di kamar Putra menceritakan apa yang baru saja dialaminya tadi. Belum kelar cerita, tiba-tiba kucing hitam milik Nenek Ima masuk. Yoga mencoba mengeluarkan kucing tersebut dari kamarnya, namun setelah dikeluarkan, kucing tersebut kembali masuk seakan-akan ingin  mengawasi mereka berdua.

Pagi harinya kucing nenek Ima talah pergi kamar mereka. Mereka mandi dan bersiap-siap untuk memulai hari baru. Sebelum berangkat bekerja, mereka melihat sesosok anak kecil dengan keluar dari kamar nomor 1 sambil berlari menuju kamar mandi. Karena penasaran mereka mengikutinya, namun setelah sampai di kamar mandi mereka tidak menemukan apa-apa selain sebuah mainan mobil-mobilan. Walaupun takut, mereka berusaha untuk tidak memperdulikan hal tersebut.

Kabar gembira dating dari kedua sejoli ini, mereka berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik gula. Untuk merayaka kegembiraannya mereka mengelilingi kota yang istimewa dengan menggunakan bus trans. Senja datang, menandakan waktunya bagi mereka untuk kembali dan beristirhat untuk bekerja di esok harinya.

Sesampainya di kamar terbesit ide di benak Putra untuk melihat siapa penghuni di kamar sebelah mereka melalui lubang ventilasi yang ada didalam kamar mereka. Memang agak tinggi, tapi dengan menumpuk meja dan kursi mereka dapat melihat melalui ventilasi. Mereka dikejutkan dengan melihat sepasang kaki yang berlumuran darah segar, serta terdapat sosok anak kecil yang duduk di meja belajar dengan luka di leher sedang menulis sesuatu. Hal tersebut membuat kedua sejoli ini ingin berteriak, namun mereka menutup mulut agar tidak berteriak. Baru sebentar mengalihkan pandanagn, anak kecil tersebut menghilang dan yang muncul adalah kucing hitam milik Nenek Ima. Mereka ketakutan dan langsung menutupi sekujur tubuh mereka dengan selimut.

Keesokan harinya ketika membuka mata, didapati oleh mereka berdua sesosok anak yang tadi malam mereka lihat dikamar sebelah sedang duduk di meja kerja mereka. Putra dan Yoga berteriak ketakutan, kemudian anak tersebut berlari keluar kamar mereka bersama dengan kucing hitam Nenek Ima.
“Put, kita pindah sekarang ya, aku udah nggak kuat disini lama-lama.” Pinta Yoga dengan nada ketakutan.
“I..I…Iya Yog, aku juga mikir gitu. Ya sudah sekarang cepet kemasin barang-barang kita, nggak usah mandi. Langsung aja.” Jawab Putra sambil bergegas menyiapkan barang-bang.

Setelah bergegas mereka langusung menuju rumah Nenek Ima untuk mengembalikan kunci kos. Disana mereka menceritakan apa yang telah terjadi pada mereka selama 3 hari di kos tersebut. Nenek Ima memaklumi alasan mereka, ia juga bercerita bahwa sosok yang mereka lihat selama ini adalah anak dan cucu dari Nenek Ima yang dibantai oleh prampok. Arwah anak dan cucu nenek masih bergentayangan setiap kali ada penghuni baru.

5 comments:

Powered by Blogger.