PENGHUNI KAMAR SEBELAH
Hari ini adalah kali keduanya Putra dan Yoga
di kota selanjutnya, setelah sebelumnya mereka mengadu nasib di Ibukota Jawa
Tengah. YK atau akrab dengan sebutan Jogja merupakan kota kedua yang mereka
singgahi. Kedua putra sulung dari asuhan keluarga yang berbada itu adalah teman
akrab sejak SMA. Tepat pada pukul 17:00 WIB mereka turun dari bus di depan
sebuah kampus swata di Jogja.
Hujan rintik-rintik disertai mendung, menemani
mereka semenjak turun dari bis. Kedua sejoli itu masih belum menemukan
tujuannya di Jogja. Jangankan untuk bekerja, untuk tempat berteduh saja masih
belum terpikir
“Put, kita mau nginep dimana nih?” tanya Yoga.
“Entah ya…, masih belum kepikiran aku juga.” Kebingungan mulai menyerang pikiran Putra.
“BTW…kamu ngerasa nggak ada yang merhatiin
kita sama ngikutin kita?” Perasaan
Yoga mulai campur aduk karena semenjak tadi mereka hanya berjalan melewati
lahan kosong.
“Nggak ada i…aku biasa aja, perasaan kamu aja
paling itu.” Sembari membetulkan
tali sepatunya.
Beberapa menit berjalan, akhirnya mereka
menemukan sebuah desa. Karena merasa lapar mereka mampir ke warung makan
tersebut.
“Mas, lauknya ada apa aja?” Tanya Putra
“Ada ayam penyet, telur, sama tempe penyet.” Jawab penjual itu kepada putra se,bari
mengelap meja.
“Tempe penyet satu samaaaaaa………..kamu mau
pesen apa Yog?” Tanya Putra.
“Aku telur aja.” Jawab Yoga sambil melihat keadaan luar warung.
“Tempe penyet satu sama telur satu, minumnya
teh anget dua ya mas.” Putra
melanjutkan pesannya.
Putra semenjak tadi melihat kegelisahan pada
temannya, Yoga. Seakan-akan Yoga tidak berada bersamanya. Bagaimana tidak?
Semenjak turun dari bis tadi, Yoga terlihat gelisah. Keringat dingin sesekali
dilapnya dari dahinya.
“Yog…Yog….YOOGGG….!!” Teriak Putra pada temannya yang dari tadi
melihat keluar warung.
“Mmmhh…iya Put. Kenapa?” Jawab Yoga dengan nada terbata-bata.
“Harusnya aku ang nanya itu. Kamu kenapa dari
tadi melihat kearah tukang sapu itu?” Tanya Putra.
“Anu Put, kamu lihat nggak dari tadi semenjak
kita masuk warung sampai sekarang nunggu pesenan kita, dia nyapu disitu terus
sambil ngelihatin kita, padahal ini udah hampir 15 menit loh.” Sahut Yoga.
“Kamu ini jangan negthink terus. Mungkin
daerah situ susah dibersihinnya, dan bapak itu juga mungkin baru pertama kalinya
ngelihat orang baru.” Jelas
Putra
Makanan yang mereka pesan telah diantar. Kini
mereka dengan lahapnya menyantap hidangan tersebut, karena memang sejak
berangkat tadi pagi mereka hanya menyantap roti yang dibeli dari Indomart.
Setelah menghabiskan makanannya mereka sengaja tidak langsung pergi, walaupun
sudah membayar. Hal ini mereka lakukan sembari berpikir mau menginap dimana.
“Mas-mas ini tujuannya mau kemana?” Tanya penjual tersebut pada kedua sejoli itu.
“Kami mau nyari pekerjaan mas besok.” Sahut Yoga.
“Loh besok, terus sekarang masnya mau kemana?”
Tanya penjua
tersebut sambil mengambil piring kotor bekas pelanggan lain makan.
“Belum tau mas ini mau kemana. Kita juga nggak
ada referansi buat penginapan.” Jelas
Putra
“Oalahh gitu toh. Saya ada tetangga yang punya
kos, tempatnya juga nggak jauh dari sini. Kalau masnya mau bisa saya antar.” Jelas penjual itu.
“Boleh mas, daripada kita nggk ada tempat
berteduh.” Jawab Putra
Setelah menutup warungnya, penjual tersebut
segera mengantar Putra dan Yoga menuju sebuah desa. Mereka memasuki sebuah
rumah dengan desain kuno dan terdapar dua patung kuda didepan pagar. Suasana
rumah yang begitu membuat bulu kuduk berdiri. Tanpa diduga-duga listrik padam
dan membuat keadaan satu desa gelap gulita dengan petir yang menggelegar.
Sesosok nenek-nenek dengan menggunakan pakaian adat jawa keluar menghampiri
ketiga tamunya.
Yoga terkejut seakan ada hewan yang melintas
dikakinya, ia melompat dan sontak itu membuat Putra dan penjual tadi juga
terkejut. Nenek Ima yang merupakan pemilik kos membawa lilin yang diletekan
diatas piring kecil.
“Mau ngekos nak?” Tanya Nenek Ima.
“Iya nek, mereka baru dating tadi jam 5 sore,
besok baru mau nyari pekerjaan.” Sahut
penjual makanan tadi.
“Namanya siapa?” Tanya Nenek Ima sambil mengelus kucing hitam
peliharaannya.
“Putra nek.”
“Yoga nek.” Jawab Putra dan Yoga.
Perasaan takut dalam diri mereka sudah tidak
dapat disembunyika lagi. Apalagi dalam kondisi listrik padam dan mendung
disertai petir dan angina kencang diluar sana. Ketakutan mereka terbaca olah
penjual tersebut, denga ramahnya Putra dan Yoga diyakinkan bahwa tidak perlu
ada yang ditakutkan. Setelah bernego tentang harga, mereka mendapat kamar nomor
2. Penjual tersebut pamit pulang meninggalkan kedua sejoli itu. Sebelum
memasuki kamar dan beristirahat, Putra dan Yoga mendapat pesan dari Nenek Ima
agar tidak terlalu berisik dan jangan mengganggu penghuni disebelah kamar
mereka, kamar nomor 1.
Nenek Ima juga berpesan bahwa meraka harus
langsung tidur dan jangan mengintip ke kamar sebelah. Tanpa terduga kucing
hitam nenek Ima meloncat kearah Putra dan Yoga dan berhasil mecakar tangan
mereka. Kucing tersbut kemudian lari dan masuk ke kamar nomor 1 lewat celah
bawah pintu.
Nenek Ima meminta maaf atas perbuatan
kucingnya itu. Putra tidak mempersalahkan karena memang mereka sudah kelelahan
dan ingin langsung tidur. Walau penerangan yang ada hanyalah lilin dan senter
yang mereka bawa dari rumah, mereka tetap mandi. Beruntung, ada 2 kamar mandi
sehingga mereka bisa saling menenangkan satu sama lain ketika dikamar mandi.
Baru selesai sikat gigi, tiba-tiba pintu kamar
mandi Yoga ada yang mengtuk. Yoga kemudian membuka pintu, dan dilihatnya tidak
ada orang.
“Putt…Nggak usah memperburuk keadaan deh, ini
itu udh buruk gara-gara mati lampu kamu malah nakut-nakutin aku.” Sahut Yoga.
“Hah..? memperburuk gimana aku nggak ngeti.” Jawab Putra dari kamar mandi sebelah dengan
nada heran.
“Udah dehh…nggak usah nakut-nakutin aku deh,
nggak usah ngetuk-ngetuk pintu juga kali.” Jawab Yoga.
Putra yang tidak mengerti ucapan Yoga, tidak
menghiraukannya dan melanjutkan mandinya.
Tok…tok….tok…. pintu kamar mandi Putra ada yang mengtuk,
namun Putra tidak menghiraukannya. Setelah selesai mereka berdua langsung
rebahan di Kasur dan segera tidur.
Keesokan harinya mereka mulai berkeliling kota
jalan kaki untuk mencari sumber penghidupan baru. Mereka saling menyemangati
satu sama lain. Dari pangi hingga sore mereka berkeliling, namun mereka masih
belum beruntung. Lelah yang mereka rasakan ingin meraka hapuskan dengan
istirahat di kama kos. Malam ini ketika mereka mandi, hal yang serupa terjadi,
Namun kali ini lebih parah dan terjadi pada Putra. Selain suara ketukan di
kamar mandi, ia mendengar suara anak kecil menangis di samping kamarnya. Putra
berusaha mengetuk pintu kamar sebelah, harap-harap mendapar sebuah sambutan
ramah dari penghuni kamar sebelah yang belum pernah mereka temui sebelunya, ia
melihat sesosok laki-laki tinggi besar dengan mata berwarna merah mengawasinya
dari sudut ruangan.
Putra berusaha menyembunyikan rasa takut dan berjalan perlahan menuju kamar.
Sesampainya di kamar Putra menceritakan apa yang baru saja dialaminya tadi.
Belum kelar cerita, tiba-tiba kucing hitam milik Nenek Ima masuk. Yoga mencoba mengeluarkan
kucing tersebut dari kamarnya, namun setelah dikeluarkan, kucing tersebut
kembali masuk seakan-akan ingin
mengawasi mereka berdua.
Pagi harinya kucing nenek Ima talah pergi
kamar mereka. Mereka mandi dan bersiap-siap untuk memulai hari baru. Sebelum
berangkat bekerja, mereka melihat sesosok anak kecil dengan keluar dari kamar
nomor 1 sambil berlari menuju kamar mandi. Karena penasaran mereka
mengikutinya, namun setelah sampai di kamar mandi mereka tidak menemukan
apa-apa selain sebuah mainan mobil-mobilan. Walaupun takut, mereka berusaha
untuk tidak memperdulikan hal tersebut.
Kabar gembira dating dari kedua sejoli ini,
mereka berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah pabrik gula. Untuk merayaka
kegembiraannya mereka mengelilingi kota yang istimewa dengan menggunakan bus
trans. Senja datang, menandakan waktunya bagi mereka untuk kembali dan
beristirhat untuk bekerja di esok harinya.
Sesampainya di kamar terbesit ide di benak
Putra untuk melihat siapa penghuni di kamar sebelah mereka melalui lubang
ventilasi yang ada didalam kamar mereka. Memang agak tinggi, tapi dengan
menumpuk meja dan kursi mereka dapat melihat melalui ventilasi. Mereka
dikejutkan dengan melihat sepasang kaki yang berlumuran darah segar, serta
terdapat sosok anak kecil yang duduk di meja belajar dengan luka di leher
sedang menulis sesuatu. Hal tersebut membuat kedua sejoli ini ingin berteriak,
namun mereka menutup mulut agar tidak berteriak. Baru sebentar mengalihkan
pandanagn, anak kecil tersebut menghilang dan yang muncul adalah kucing hitam
milik Nenek Ima. Mereka ketakutan dan langsung menutupi sekujur tubuh mereka
dengan selimut.
Keesokan harinya ketika membuka mata, didapati
oleh mereka berdua sesosok anak yang tadi malam mereka lihat dikamar sebelah
sedang duduk di meja kerja mereka. Putra dan Yoga berteriak ketakutan, kemudian
anak tersebut berlari keluar kamar mereka bersama dengan kucing hitam Nenek
Ima.
“Put, kita pindah sekarang ya, aku udah nggak
kuat disini lama-lama.” Pinta
Yoga dengan nada ketakutan.
“I..I…Iya Yog, aku juga mikir gitu. Ya sudah
sekarang cepet kemasin barang-barang kita, nggak usah mandi. Langsung aja.” Jawab Putra sambil bergegas menyiapkan
barang-bang.
Setelah bergegas mereka langusung menuju rumah
Nenek Ima untuk mengembalikan kunci kos. Disana mereka menceritakan apa yang
telah terjadi pada mereka selama 3 hari di kos tersebut. Nenek Ima memaklumi
alasan mereka, ia juga bercerita bahwa sosok yang mereka lihat selama ini
adalah anak dan cucu dari Nenek Ima yang dibantai oleh prampok. Arwah anak dan
cucu nenek masih bergentayangan setiap kali ada penghuni baru.
Ini kisah nyata?
ReplyDeleteFiksi kak
DeleteKeren. Jangaan lupa mampir di www.muhamadhusnitamami.com
ReplyDeleteSiap kak
DeleteMantab
ReplyDelete