MUSTIKA DI BLORA
Edited by Andhika PAP
“Nilai UNBK tertinggi
diraih oleh Yani Cahya Agustina dari kelas 12 MIPA 5, kepada mbak Yani
dipersilakan naik ke panggung”
Selesai sudah pengumuman
peraih nilai UNBK tertinngi oleh MC wisuda dari salah satu SMA Negeri didaerah
Blora, Jawa Tengah. Acara formalitas yang merupakan penanda telah selesainya
rintisan perjuangan para siswa kelas 12 itu. Kini mereka akan terjun langsung
ke kehidupan yang sebenarnya. Kebanyakan dari mereka akan menyambung belanjarnya ke
perguruan tinggi, memang tidak mudah mendapatkan suatu universitas. Inilah yang dirasakan Ayu dan teman-temannya, kisah perjuangan mereka bahkan masih
belum dapat dikatakan suatu perjuangan meski telah menerima penolakan dari salah
satu jalur surga masuk perguruan tinggi negeri yaitu SNMPTN.
“Yu, awake dewe kapan arep
pesen tiket sepur selak keentekan mengko?” pertanyaan itu membuat Ayu terhempas
dari fokusnya dari pertunjukan wisuda. “Mengko wae Puj, H-2 sadurunge
keberangkatan.” Ayu langsung saja berpaling kepada sahabat baiknya, Puji. Puji
merupakan perempuan blesteran Jawa dan Sumatera, dia merupakan orang pertama
yang membuat Ayu mengobrol asyik tentang hijrah untuk tidak pacaran. “Puj,
aku ki sebener e wedi, soale kayak durung ana persiapan sing mateng.” Nada khawatir terucap dari mulut Ayu itu
sontak membuat Puji prihatin. “Tenang wae Yu, ikhtiar lan berdoa wae semoga
diwenehi kemudahan.”
Hari demi hari dilalui Ayu
dan Puji dengan belajar mempersiapkan SBMPTN. Mereka saling mendukung dan
sering belajar bersama. Perjuangan yang nantinya mereka harapkan akan berbuah
manis saat pengumuman SBMPTN. Hari penting akhirnya tiba, Ayu dan Puji
berangkat ke Semarang untuk melaksanankan tes. Masing-masing dari mereka memendam
kekhawatiran tersendiri. Ayu yang sejak dulu mempunyai keinginan untuk kuliah
di perguruan tinggi negeri agar dapat memperbaiki perekonomian keluarga, serta
dapat membuat orang tuanya bahagia.
“Puj, aku wedi tenanan iki
ngenteni pengumuman, aku wedi yen ora isa kuliah.” Puji sangat mengerti akan
kekhawatiran sahabatnya tersebut. Ia sadar bahwa kali ini yang bisa dilakukan
mereka hanyalah tawakal kepada Allah. Puji sontak langsung menenangkan
sahabatnya itu, “Berdoa wae Yu sing terbaik, Oh iya by the way isih ana
jalur mandiri. Daripada gelisah mending awake dewe daftar jalur mandiri, nek
menawa rejekine ning mandiri.” Hati kecil Ayu sedikit tenang, pencarian
informasi seluk beluk jalur mandiri mulai dilakukannya.
Pengumuman masih 2 minggu
lagi, namun Puji dan Ayu telah mendaftar jalur mandiri. Dalam hal ini Ayu yang paling banyak mendaftar jalur mandiri. Karena bidikmisi Ayu hanya bisa
untuk satu kali jalur mandiri, dengan terpaksa ia memecahkan celengan dibawah tempat
tidurnya untuk mendaftar lebih dari satu
jalur mandiri.
“Yu, awakmu daftar mandiri
ning endi wae?” tanya Puji
“Aku daftar ning semarang,
solo, lan Jogja Puj. Oh iyo, ayo sinau meneh Puj, aku tanggal 22 Juli ana tes
mandiri ning Semarang.” Pinta Ayu kepada Puji,
Detik-detik pengumuman
SBMPTN menjadi momok yang menegangkan bagi Ayu dan Puji, doa selalu mereka
panjatkan dalam setiap kesempatan. Tepat pada 9 Juli, ruang konseling dimantan
sekolahnya menjadi alternatif melihat buah dari perjuangan mereka. Perjuangan
yang sama tidak selalu mendapatkan hasil yang sama pula, itulah yang dirasakan
kedua sahabat baik itu. Kekecewaan dan kesedihan yang dirasakan Ayu karena
mendapat hasil merah, membuat kebahagian yang dirasakan Puji seolah tidak
sempurna.
“Sing sabar Yu, mungkin
emang dudu rejekimu ning kono. Tenang wae kan awakmu isi duwe cadangan 3 jalur
mandiri. Berdoa wae supoyo kui rejekimu.” Kata motivasi Puji yang bisanya dapat
menenangkan hati kecil Ayu, kini nampak seperti tak dapat menembus kesedihan
dan kekecewaan dalam hatinya.
Disepertiga malam dan
dalam setiap kesempatan Ayu berdoa agar tahun ini bisa berkuliah. Harapan satu-satunya
hanyalah ketiga jalur mandiri yang telah didaftarnya. Berserah diri menjadi
jalan yang utama, Ayu yakin bahwa rencana Allah kedepannya akan sangat
mengagumkan.
Ikhtiar dan doa yang
selalau dipanjatkan belum mendapat ridho dari sang pencipta. Disaat temannya,
Puji telah merantau ke Semarang untuk mempersiapkan kuliahnya. Ayu setiap malam
merenung.
“Allah…Allah....Allah…,disini,
dikamar ini didalam sunyinya malam ini aku yakin bahwa engkau pasti mempunyai
rencana yang luar biasa untukku. Aku mohon Allah, aku mohon…jangan kecewakan
aku, jangan buat aku kecewa lagi, mungkin tahun ini engkau masih belum
meridhoiku untuk kuliah, tapi aku mohon untuk tahun depan, tolonglah
Allah…berikan aku kesempatan itu. Aku mengerti bahwa ditahun ini aku harus
mengumpulkan uang untuk kuliahku tahun depan. Aku mohon Allah...Aku mohon,
bantulah aku dalam setiap langkahku. Aku akan sabar menunggu terwujudnya
rencana luar biasamu.” Renungan itulah yang setiap malam menjadi motivasi bagi Ayu,
untuk mewujudkan keinginannya tersebut.
Ikhtiar yang dilakuakn Ayu
kali ini adalah melamar pekerjaan di kota yang terkenal dengan kuliner
gudegnya. Ayu menginap di rumah pamannya. Ia mulai mematangkan persiapan
interview. Dengan lancarnya dia menjawab semua pertanyaan dari HRD. Ia akhirnya
diterima kerja, Ayu berusaha bekerja dengan bersungguh-sungguh. Doa tak lupa
selalu dipanjatkan dalam setiap shalatnya.
Belum genap 2 pekan
bekerja di Jogja, kabar bahwa ibunya sekarang sedang sakit dirumah menambah kegelisahan
dalam hati Ayu. Ia mulai mengemasi barang-barangnya dan segera pulang ke
kampung halamannya. “Yu, ibukmu ora sanggup yen mok tinggal aduh, ora tega,
dek e kepikiran wae mulane nganti loro.” Ucap ayah Ayu padanya. Mendengar
hal tersebut Ayu sedih, “Nggeh pak, saniki kula arep kerja teng mriki mawon mboten nopo-nopo pak.”
Setiap toko di tanah
kelahirannya mulai dijajaki olehnya. Namun semuanya ditolak, Ayu tak langsung
putus asa, ia mencoba melamar kerja di toko MAKMUR dekat stasiun dan diterima.
Semenjak itu Ayu mulai bekerja disana. Karena lokasinya didekat stasiun, membuatnya
ramai pembeli, tak begitu pula Anto yang merupakan masinis muda berusia 23
tahun.
Sebenarnya tak biasanya
Anto mampir belanja di toko tersebut, namun rencana tuhan memang selalu tak
biasa dan diluar dugaan. Pandangan pertama melihat Ayu, timbul rasa penasaran,
sehingga setiap pulang kerja Anto selalu mampir ke toko MAKMUR, walaupun memang
tidak ada kebutuhan penting yang harus dibelinya. Anton tak jarang mencuri
pandangan terhadap Ayu. Ayu yang mengetahui hal tersebut membuatnya tidak
pernah mau untuk melayani Anto.
Perjuangan Anto untuk
mengenal Ayu lebih jauh tak sampai disitu, Anto mulai mencari tahu tentang Ayu
dari rekan kerja Ayu setiap kali pulang kerja. Keseriusan Anto terbaca oleh
rekan kerja Ayu, Amira. Amira yang selalu melayani Anto ketika berbelanja di
toko, membuatnya mengenal bagaimana Anto yang sebenarnya. Amira, tak luput juga
selalu membujuk agar Ayu mau untuk diajak kenalan.
“ Yu, ora popo, coba wae
disek ngobrol, mas Anto iku orange baik, dek e ki kayake duwe keseriusan karo
awakmu, mas Anto orang e yo paham agama, cocok kanggo awakmu” Kalimat itu selalu
dilayangkan Amira kepada Ayu setiap kali selesai mengobrol dengan Anto. Ayu
tetap pada prinsipnya yaitu ingin jaga hati.
“Yu, aku dino Rabu arep
pindah kerja ning Semarang. Aku yakin nek mas Anto bakal teko maneh, tulung Yu,
awakmu kudu gelem Yu.” Mendengar ucapan Amira, Ayu dengan berat hati mengiyakan
kemauannya.
Benar saja sepekan setelah
Amira pindah, Anto mampir ke toko MAKMUR. Ayu dan Anto masih canggung untuk
memulai obrolan, mereka hanya senyum layaknya penjual dengan pembeli. Anto
hanya bisa memendam rasa dalam hati. Pertemuan kedua mereka masih saja belum
berani memulai obrolan. Namun, pada pertemuan berikutnya kedua mulai
memberanikan diri.
“Mas e omahe ning endi?” tanya Ayu .
“Omahku ora aduh soko
stasiun kok dek.” Jawab Anto
“Mas e kerja e nopo kok
saking stasiun terus?” Dengan wajah tertunduk malu dan jantung yang berdebar Ayu
bertanya kembali .
“Kerjaku biasa kok dek,
kerjane mung ojek jarak jauh.” Jantung Anto bedebar sangat kencang.
Setelah menhobrol cukup
lama, Ayu mulai yakin dengan Anto sehingga ia memberikan nomor whatsappnya.
Anto yang sejak awal
mempunyai niatan serius dengan Ayu, ingin kenal lebih jauh tentang Ayu. “Yen
mas e serius karo aku, ngomong dewe karo bapakku.” Balasan whatsapp Ayu bagai
lampu hijau pada Anto. Setiap selesai shalat Anto berdoa pada Allah agar
Ayu-lah perempuan yang saat ini Anto cari. Sebelum mendatangi kedua orang tua
Ayu, Anto memperkenalkan Ayu kepada ustadznya untuk meminta restu. Kini yang
bisa dilakukan hanyalah berserah diri pada sang pencipta.
Berkisar 100 meter dari
rumah Ayu, Anto berhenti dan berdoa agar niat baiknya ini diberi kemudahan,
sepanjang 100 meter dzikir selalu dilantunkan dalam hatinya. Sebelum mengetuk
pintu dan mrngucap salampun, Anto membaca Al-Fatihah 3x, An-Nass 3x, Al-Falaq
3x, dan Al-Ikhlas 3x.
“Assalamu’alaikum…(tok tok
tok), Assalamu’alaikum”
“Waalaikumussalam..silakan
masuk mas, mangga pinarak.
Ayuuuu….gawekeee minuman,
mas e wis teko.” Sahut bapak Ayu kepada Ayu yang memang dari tadi pagi sudah
direncanakan untuk menyambuk Anton. Ayu keluar sambil membawa gelas berisi
minuman, 2 toples cemilan, dan sepiring gorengan
“Lungguh sisan Yu. Mas e
saiki kesibukane opo?” Tanya Bapak Ayu.
“Saniki kulo cuti Pak,
Senin nembe kerja.” Jawab Anton dengan perasaan gugup, sedang Ayu hanya menatap
hidangan yang ada di meja sambil sesekali mencuri pandang kearah Anto.
“Mas e teko mriki ana
hajat nopo?” Sebenanrnya Bapak Ayu sudah mengetahui keperluan Anto, tapi beliau ingin
mendengarnya langsung dari Anto.
“Bismillah…Pak kula teng
mriki ana hajat yang insyaallah baik, Kula badhe ngelamar Ayu pak, Kulo nyuwun
restu saking bapak.” Jawab Anto sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya,
keringat mulai membasahi kening Anto.
“Ora usah gugup mas,
santai wae. Mas e kerja e opo?” Pertanyaan bapak Ayu membuat Ayu takut jika bapak tahu
bahwa Anto yang dikenalnya hanyalah seorang ojek jarak jauh.
“Kerja kula insyaallah
cukup kangge nafkahi Ayu pak, kula masinis” Jawaban dari Anto sontak
membuat Ayu terkejut.
“Lohh…mas e waktu iku
carita karo aku kerja e ojek.” Sahut Ayu.
“Iya dek, aku ojek jarak
jauh, seko stasiun ning Kabupaten Blora iki nganti stasiun Semarang.” Mesem tulus terlukis pada
wajah Anto ketika menjawab pertanyaan Ayu. Bapak Ayu hanya tertawa kecil,
sedang Ayu tersipu malu dan sesekali mengalihkan pandangannya.
Bapak Ayu memberikan waktu
pada Anto dan Ayu untuk saling mengenal. Dalam obrolan mereka, Anto bercerita
bahwa sebelumnya dia juga pernah punya niat baik seperti ini kepada perempuan
lain. Anto bahkan juga telah menyampaikan niat baiknya, namun perempuan
tersebut mengkhianatinya. Mendengar cerita itu Ayu termenung. Wajahnya
tertunduk tersipu malu, pipinya kini berubah merah.
“Yu…Ayu….awakmu gelem
nerima niat apike mas e?” Perkataan Bapak membuat ayu sadar dari renungannya. Ayu ingin sekali menerima
lamaran Anto, tapi ia baru siap menikah pada umur 20 tahunan, keinginannya
untuk kuliah juga masih sangat besar. Anto mengerti keinginan Ayu, tapi Anto
tidak bisa untuk menunggu hingga 4 tahun, mengingat umurnya dan dia juga masih
ada hajat untuk menaikan haji orang tuanya. Anto hanya bisa menyarankan agar
Ayu berkuliah di Blora sambil mengaji.
Pertimbangan yang
dilakukan oleh Ayu tidaklah mudah, ia terpikir siapa yang akan membiayai
kuliahnya di Blora. Akhirnya Ayu mengikhlaskan untuk tidak kuliah. Anto juga
tidak keberatan, baginya yang terpenting adalah mengaji dan ilmu agamanya yang
harus terus diasah. Selama penantian 2 tahunan hingga umur Ayu genap 20 tahun diisi dengan bekerja dan mengaji untuk menambah ilmu agamanya.
Penantian 2 tahunan itupun
tidaklah mudah, banyak sekali cobaan baginya. Mulai dari teman dari kakak
keponakan laki-laki ayu yang bekerja menjadi tantara mulai menghubungi orang
tua Ayu. Bermaksud untuk meminang gadis muda itu, namun ditolak secara halus
oleh orang tua Ayu. Teman laki-laki Ayu mengutarakan perasaannya, tapi ditolak
pula oleh Ayu. Cobaan yang dialaminya juga berasal dari tempat kerjanya. Mulai
dari rekan kerjanya yang sering memberikan rayuan dan kado kepada Ayu, hingga
dengan bosnya yang berkeinginan untuk meminangnya, walaupun telah mengetahui
bahwa Ayu sudah memiliki seseorang yang akan menjadi sumber kebahagiannya.
Hal demikian membuat Ayu
terpaksa berhenti dan mencari pekerjaan ditempat lain. Disisi lain Anto juga
mengalami cobaan yang sam dengan Ayu. Namun, Anto berpegang teguh pada komitmen
yang dibangunnya. Ia senantiasa bersungguh-sunggu dalam bekerja. Mereka berdua selalu berdoa pada sang pencipta agar
senantiasa ditetapkan hati mereka satu sama lain. Berjuang bersama dan saling
memantaskan diri menjadi kunci yang utama.
Benih cinta yang tumbuh di
hati Anto semakin tumbuh besar karena doannya. Begitu pula Ayu yang sebelumnya
hendak ragu, kukuh akan keinginannya untuk kuliah dan memiliki penghasilan yang
besar untuk bisa membahagiakan orang tuanya, kini ia belajar bahwa selama ini
yang ia inginkan cuma sebatas keinginan manusia. Bagi Ayu kepintaran,
keshalehan tidak menjamin seseorang mampu mendapatkan keinginannya. Dalam hati
Ayu yang penuh kepedulian tapi masih tertutup oleh egonya sendiri kini mulai memperoleh
titik terang oleh benih cinta yang mulai tumbuh. Keseriusan cinta Anto mulai
menyadarkan Ayu, ia mulai mensyukuri apa yang diberikan oleh sang pencipta.
Tetes air mata kebahagian
yang murni tak kuasa dibendungnya, karena perjalanan kehidupan Ayu dan penantian
2 tahunan, mengajarkan Ayu bahwa perjuangan, pengorbanan, komitmen, cinta, dan
keseriusan merupakan mustika pemberian tuhan yang sangat berharga. Dia juga
belajar bahwa kabahagian setiap orang tua yang mempunyai anak perempuan tidak
hanya dari penddidikan tinggi anaknya, tetapi juga apabila jodoh anaknya telah
mendekat. Kini Ayu mempunyai hal lain yang mengganti kesedihan dimasa lalunya.
Diakhir tahun nanti mustika yang dijaganya akan disempurnakan dalam ikatan suci
bersama kekasih halal pilihan sang pencipta.
Tidak Peduli Seberapa Baik Kau Menyusun Rencana Kehidupanmu, Sang Pencipta Selalu Mempunyai Rancangan Terbaiknya Untuk Kehidupanmu (Andhika Putra Agus Pratama).
Mantap, koyok ceritone kancaku SMA dhik
ReplyDelete. Siapa tuh? :)
DeleteMengisi waktu luang #dirumahaja #naftex
ReplyDelete. mantap tuh kak, yang lainnya diajakin juga hehehe...
Delete