MUSTIKA DI BLORA

April 01, 2020
Edited by Andhika PAP



“Nilai UNBK tertinggi diraih oleh Yani Cahya Agustina dari kelas 12 MIPA 5, kepada mbak Yani dipersilakan naik ke panggung”
Selesai sudah pengumuman peraih nilai UNBK tertinngi oleh MC wisuda dari salah satu SMA Negeri didaerah Blora, Jawa Tengah. Acara formalitas yang merupakan penanda telah selesainya rintisan perjuangan para siswa kelas 12 itu. Kini mereka akan terjun langsung ke kehidupan yang sebenarnya. Kebanyakan dari mereka akan menyambung belanjarnya ke perguruan tinggi, memang tidak mudah mendapatkan suatu universitas. Inilah yang dirasakan Ayu dan teman-temannya, kisah perjuangan mereka bahkan masih belum dapat dikatakan suatu perjuangan meski telah menerima penolakan dari salah satu jalur surga masuk perguruan tinggi negeri yaitu SNMPTN.

“Yu, awake dewe kapan arep pesen tiket sepur selak keentekan mengko?” pertanyaan itu membuat Ayu terhempas dari fokusnya dari pertunjukan wisuda. “Mengko wae Puj, H-2 sadurunge keberangkatan.” Ayu langsung saja berpaling kepada sahabat baiknya, Puji. Puji merupakan perempuan blesteran Jawa dan Sumatera, dia merupakan orang pertama yang membuat Ayu mengobrol asyik tentang hijrah untuk tidak pacaran. “Puj, aku ki sebener e wedi, soale kayak durung ana persiapan sing mateng.”  Nada khawatir terucap dari mulut Ayu itu sontak membuat Puji prihatin. “Tenang wae Yu, ikhtiar lan berdoa wae semoga diwenehi kemudahan.”

Hari demi hari dilalui Ayu dan Puji dengan belajar mempersiapkan SBMPTN. Mereka saling mendukung dan sering belajar bersama. Perjuangan yang nantinya mereka harapkan akan berbuah manis saat pengumuman SBMPTN. Hari penting akhirnya tiba, Ayu dan Puji berangkat ke Semarang untuk melaksanankan tes. Masing-masing dari mereka memendam kekhawatiran tersendiri. Ayu yang sejak dulu mempunyai keinginan untuk kuliah di perguruan tinggi negeri agar dapat memperbaiki perekonomian keluarga, serta dapat membuat orang tuanya bahagia.

“Puj, aku wedi tenanan iki ngenteni pengumuman, aku wedi yen ora isa kuliah.” Puji sangat mengerti akan kekhawatiran sahabatnya tersebut. Ia sadar bahwa kali ini yang bisa dilakukan mereka hanyalah tawakal kepada Allah. Puji sontak langsung menenangkan sahabatnya itu, “Berdoa wae Yu sing terbaik, Oh iya by the way isih ana jalur mandiri. Daripada gelisah mending awake dewe daftar jalur mandiri, nek menawa rejekine ning mandiri.” Hati kecil Ayu sedikit tenang, pencarian informasi seluk beluk jalur mandiri mulai dilakukannya.

Pengumuman masih 2 minggu lagi, namun Puji dan Ayu telah mendaftar jalur mandiri. Dalam hal ini Ayu yang paling banyak mendaftar jalur mandiri. Karena bidikmisi Ayu hanya bisa untuk satu kali jalur mandiri, dengan terpaksa ia memecahkan celengan dibawah tempat tidurnya untuk  mendaftar lebih dari satu jalur mandiri.
“Yu, awakmu daftar mandiri ning endi wae?” tanya Puji
“Aku daftar ning semarang, solo, lan Jogja Puj. Oh iyo, ayo sinau meneh Puj, aku tanggal 22 Juli ana tes mandiri ning Semarang.” Pinta Ayu kepada Puji,

Detik-detik pengumuman SBMPTN menjadi momok yang menegangkan bagi Ayu dan Puji, doa selalu mereka panjatkan dalam setiap kesempatan. Tepat pada 9 Juli, ruang konseling dimantan sekolahnya menjadi alternatif melihat buah dari perjuangan mereka. Perjuangan yang sama tidak selalu mendapatkan hasil yang sama pula, itulah yang dirasakan kedua sahabat baik itu. Kekecewaan dan kesedihan yang dirasakan Ayu karena mendapat hasil merah, membuat kebahagian yang dirasakan Puji seolah tidak sempurna.

“Sing sabar Yu, mungkin emang dudu rejekimu ning kono. Tenang wae kan awakmu isi duwe cadangan 3 jalur mandiri. Berdoa wae supoyo kui rejekimu.” Kata motivasi Puji yang bisanya dapat menenangkan hati kecil Ayu, kini nampak seperti tak dapat menembus kesedihan dan kekecewaan dalam hatinya.

Disepertiga malam dan dalam setiap kesempatan Ayu berdoa agar tahun ini bisa berkuliah. Harapan satu-satunya hanyalah ketiga jalur mandiri yang telah didaftarnya. Berserah diri menjadi jalan yang utama, Ayu yakin bahwa rencana Allah kedepannya akan sangat mengagumkan.

Ikhtiar dan doa yang selalau dipanjatkan belum mendapat ridho dari sang pencipta. Disaat temannya, Puji telah merantau ke Semarang untuk mempersiapkan kuliahnya. Ayu setiap malam merenung.
“Allah…Allah....Allah…,disini, dikamar ini didalam sunyinya malam ini aku yakin bahwa engkau pasti mempunyai rencana yang luar biasa untukku. Aku mohon Allah, aku mohon…jangan kecewakan aku, jangan buat aku kecewa lagi, mungkin tahun ini engkau masih belum meridhoiku untuk kuliah, tapi aku mohon untuk tahun depan, tolonglah Allah…berikan aku kesempatan itu. Aku mengerti bahwa ditahun ini aku harus mengumpulkan uang untuk kuliahku tahun depan. Aku mohon Allah...Aku mohon, bantulah aku dalam setiap langkahku. Aku akan sabar menunggu terwujudnya rencana luar biasamu.” Renungan itulah yang setiap malam menjadi motivasi bagi Ayu, untuk mewujudkan keinginannya tersebut.

Ikhtiar yang dilakuakn Ayu kali ini adalah melamar pekerjaan di kota yang terkenal dengan kuliner gudegnya. Ayu menginap di rumah pamannya. Ia mulai mematangkan persiapan interview. Dengan lancarnya dia menjawab semua pertanyaan dari HRD. Ia akhirnya diterima kerja, Ayu berusaha bekerja dengan bersungguh-sungguh. Doa tak lupa selalu dipanjatkan dalam setiap shalatnya.

Belum genap 2 pekan bekerja di Jogja, kabar bahwa ibunya sekarang sedang sakit dirumah menambah kegelisahan dalam hati Ayu. Ia mulai mengemasi barang-barangnya dan segera pulang ke kampung halamannya. “Yu, ibukmu ora sanggup yen mok tinggal aduh, ora tega, dek e kepikiran wae mulane nganti loro.” Ucap ayah Ayu padanya. Mendengar hal tersebut Ayu sedih, “Nggeh pak, saniki kula arep kerja teng mriki mawon mboten nopo-nopo pak.”

Setiap toko di tanah kelahirannya mulai dijajaki olehnya. Namun semuanya ditolak, Ayu tak langsung putus asa, ia mencoba melamar kerja di toko MAKMUR dekat stasiun dan diterima. Semenjak itu Ayu mulai bekerja disana. Karena lokasinya didekat stasiun, membuatnya ramai pembeli, tak begitu pula Anto yang merupakan masinis muda berusia 23 tahun.

Sebenarnya tak biasanya Anto mampir belanja di toko tersebut, namun rencana tuhan memang selalu tak biasa dan diluar dugaan. Pandangan pertama melihat Ayu, timbul rasa penasaran, sehingga setiap pulang kerja Anto selalu mampir ke toko MAKMUR, walaupun memang tidak ada kebutuhan penting yang harus dibelinya. Anton tak jarang mencuri pandangan terhadap Ayu. Ayu yang mengetahui hal tersebut membuatnya tidak pernah mau untuk melayani Anto.

Perjuangan Anto untuk mengenal Ayu lebih jauh tak sampai disitu, Anto mulai mencari tahu tentang Ayu dari rekan kerja Ayu setiap kali pulang kerja. Keseriusan Anto terbaca oleh rekan kerja Ayu, Amira. Amira yang selalu melayani Anto ketika berbelanja di toko, membuatnya mengenal bagaimana Anto yang sebenarnya. Amira, tak luput juga selalu membujuk agar Ayu mau untuk diajak kenalan.

“ Yu, ora popo, coba wae disek ngobrol, mas Anto iku orange baik, dek e ki kayake duwe keseriusan karo awakmu, mas Anto orang e yo paham agama, cocok kanggo awakmu” Kalimat itu selalu dilayangkan Amira kepada Ayu setiap kali selesai mengobrol dengan Anto. Ayu tetap pada prinsipnya yaitu ingin jaga hati.
“Yu, aku dino Rabu arep pindah kerja ning Semarang. Aku yakin nek mas Anto bakal teko maneh, tulung Yu, awakmu kudu gelem Yu.” Mendengar ucapan Amira, Ayu dengan berat hati mengiyakan kemauannya.

Benar saja sepekan setelah Amira pindah, Anto mampir ke toko MAKMUR. Ayu dan Anto masih canggung untuk memulai obrolan, mereka hanya senyum layaknya penjual dengan pembeli. Anto hanya bisa memendam rasa dalam hati. Pertemuan kedua mereka masih saja belum berani memulai obrolan. Namun, pada pertemuan berikutnya kedua mulai memberanikan diri.
“Mas e omahe ning endi?” tanya Ayu .
“Omahku ora aduh soko stasiun kok dek.” Jawab Anto
“Mas e kerja e nopo kok saking stasiun terus?” Dengan wajah tertunduk malu dan jantung yang berdebar Ayu bertanya kembali .
“Kerjaku biasa kok dek, kerjane mung ojek jarak jauh.” Jantung Anto bedebar sangat kencang.
Setelah menhobrol cukup lama, Ayu mulai yakin dengan Anto sehingga ia memberikan nomor whatsappnya.

Anto yang sejak awal mempunyai niatan serius dengan Ayu, ingin kenal lebih jauh tentang Ayu. “Yen mas e serius karo aku, ngomong dewe karo bapakku.” Balasan whatsapp Ayu bagai lampu hijau pada Anto. Setiap selesai shalat Anto berdoa pada Allah agar Ayu-lah perempuan yang saat ini Anto cari. Sebelum mendatangi kedua orang tua Ayu, Anto memperkenalkan Ayu kepada ustadznya untuk meminta restu. Kini yang bisa dilakukan hanyalah berserah diri pada sang pencipta.

Berkisar 100 meter dari rumah Ayu, Anto berhenti dan berdoa agar niat baiknya ini diberi kemudahan, sepanjang 100 meter dzikir selalu dilantunkan dalam hatinya. Sebelum mengetuk pintu dan mrngucap salampun, Anto membaca Al-Fatihah 3x, An-Nass 3x, Al-Falaq 3x, dan Al-Ikhlas 3x.
“Assalamu’alaikum…(tok tok tok), Assalamu’alaikum”
“Waalaikumussalam..silakan masuk mas, mangga pinarak.
Ayuuuu….gawekeee minuman, mas e wis teko.” Sahut bapak Ayu kepada Ayu yang memang dari tadi pagi sudah direncanakan untuk menyambuk Anton. Ayu keluar sambil membawa gelas berisi minuman, 2 toples cemilan, dan sepiring gorengan
“Lungguh sisan Yu. Mas e saiki kesibukane opo?” Tanya Bapak Ayu.
“Saniki kulo cuti Pak, Senin nembe kerja.” Jawab Anton dengan perasaan gugup, sedang Ayu hanya menatap hidangan yang ada di meja sambil sesekali mencuri pandang kearah Anto.
“Mas e teko mriki ana hajat nopo?” Sebenanrnya Bapak Ayu sudah mengetahui keperluan Anto, tapi beliau ingin mendengarnya langsung dari Anto.
“Bismillah…Pak kula teng mriki ana hajat yang insyaallah baik, Kula badhe ngelamar Ayu pak, Kulo nyuwun restu saking bapak.” Jawab Anto sambil berusaha menyembunyikan kegugupannya, keringat mulai membasahi kening Anto.
“Ora usah gugup mas, santai wae. Mas e kerja e opo?” Pertanyaan bapak Ayu membuat Ayu takut jika bapak tahu bahwa Anto yang dikenalnya hanyalah seorang ojek jarak jauh.
“Kerja kula insyaallah cukup kangge nafkahi Ayu pak, kula masinis” Jawaban dari Anto sontak membuat Ayu terkejut.
“Lohh…mas e waktu iku carita karo aku kerja e ojek.” Sahut Ayu.
“Iya dek, aku ojek jarak jauh, seko stasiun ning Kabupaten Blora iki nganti stasiun Semarang.” Mesem tulus terlukis pada wajah Anto ketika menjawab pertanyaan Ayu. Bapak Ayu hanya tertawa kecil, sedang Ayu tersipu malu dan sesekali mengalihkan pandangannya.

Bapak Ayu memberikan waktu pada Anto dan Ayu untuk saling mengenal. Dalam obrolan mereka, Anto bercerita bahwa sebelumnya dia juga pernah punya niat baik seperti ini kepada perempuan lain. Anto bahkan juga telah menyampaikan niat baiknya, namun perempuan tersebut mengkhianatinya. Mendengar cerita itu Ayu termenung. Wajahnya tertunduk tersipu malu, pipinya kini berubah merah.
“Yu…Ayu….awakmu gelem nerima niat apike mas e?” Perkataan Bapak membuat ayu sadar dari renungannya. Ayu ingin sekali menerima lamaran Anto, tapi ia baru siap menikah pada umur 20 tahunan, keinginannya untuk kuliah juga masih sangat besar. Anto mengerti keinginan Ayu, tapi Anto tidak bisa untuk menunggu hingga 4 tahun, mengingat umurnya dan dia juga masih ada hajat untuk menaikan haji orang tuanya. Anto hanya bisa menyarankan agar Ayu berkuliah di Blora sambil mengaji.

Pertimbangan yang dilakukan oleh Ayu tidaklah mudah, ia terpikir siapa yang akan membiayai kuliahnya di Blora. Akhirnya Ayu mengikhlaskan untuk tidak kuliah. Anto juga tidak keberatan, baginya yang terpenting adalah mengaji dan ilmu agamanya yang harus terus diasah. Selama penantian 2 tahunan hingga umur Ayu genap 20 tahun diisi dengan bekerja dan mengaji untuk menambah ilmu agamanya.

Penantian 2 tahunan itupun tidaklah mudah, banyak sekali cobaan baginya. Mulai dari teman dari kakak keponakan laki-laki ayu yang bekerja menjadi tantara mulai menghubungi orang tua Ayu. Bermaksud untuk meminang gadis muda itu, namun ditolak secara halus oleh orang tua Ayu. Teman laki-laki Ayu mengutarakan perasaannya, tapi ditolak pula oleh Ayu. Cobaan yang dialaminya juga berasal dari tempat kerjanya. Mulai dari rekan kerjanya yang sering memberikan rayuan dan kado kepada Ayu, hingga dengan bosnya yang berkeinginan untuk meminangnya, walaupun telah mengetahui bahwa Ayu sudah memiliki seseorang yang akan menjadi sumber kebahagiannya.

Hal demikian membuat Ayu terpaksa berhenti dan mencari pekerjaan ditempat lain. Disisi lain Anto juga mengalami cobaan yang sam dengan Ayu. Namun, Anto berpegang teguh pada komitmen yang dibangunnya. Ia senantiasa bersungguh-sunggu dalam bekerja. Mereka berdua  selalu berdoa pada sang pencipta agar senantiasa ditetapkan hati mereka satu sama lain. Berjuang bersama dan saling memantaskan diri menjadi kunci yang utama.

Benih cinta yang tumbuh di hati Anto semakin tumbuh besar karena doannya. Begitu pula Ayu yang sebelumnya hendak ragu, kukuh akan keinginannya untuk kuliah dan memiliki penghasilan yang besar untuk bisa membahagiakan orang tuanya, kini ia belajar bahwa selama ini yang ia inginkan cuma sebatas keinginan manusia. Bagi Ayu kepintaran, keshalehan tidak menjamin seseorang mampu mendapatkan keinginannya. Dalam hati Ayu yang penuh kepedulian tapi masih tertutup oleh egonya sendiri kini mulai memperoleh titik terang oleh benih cinta yang mulai tumbuh. Keseriusan cinta Anto mulai menyadarkan Ayu, ia mulai mensyukuri apa yang diberikan oleh sang pencipta.

Tetes air mata kebahagian yang murni tak kuasa dibendungnya, karena perjalanan kehidupan Ayu dan penantian 2 tahunan, mengajarkan Ayu bahwa perjuangan, pengorbanan, komitmen, cinta, dan keseriusan merupakan mustika pemberian tuhan yang sangat berharga. Dia juga belajar bahwa kabahagian setiap orang tua yang mempunyai anak perempuan tidak hanya dari penddidikan tinggi anaknya, tetapi juga apabila jodoh anaknya telah mendekat. Kini Ayu mempunyai hal lain yang mengganti kesedihan dimasa lalunya. Diakhir tahun nanti mustika yang dijaganya akan disempurnakan dalam ikatan suci bersama kekasih halal pilihan sang pencipta.

Tidak Peduli Seberapa Baik Kau Menyusun Rencana Kehidupanmu, Sang Pencipta Selalu Mempunyai Rancangan Terbaiknya Untuk Kehidupanmu (Andhika Putra Agus Pratama).

4 comments:

Powered by Blogger.